CERVICAL ROOT SYNDROME
A.
Pengertian
Cervical
Root Syndrome adalah
suatu keadaan yang disebabkan oleh iritasi atau penekanan akar saraf servikal
oleh penonjolan discus invertebralis, gejalanya adalah nyeri leher yang
menyebar ke bahu, lengan atas atau lengan bawah, parasthesia, dan kelemahan
atau spasme otot.1
Salah satu contoh penyakitnya
adalah Syndrome radikulopati. Radikulopati berarti terdapat proses patologik
pada radiks posterior dan anterior. Gangguan itu dapat setempat atau menyeluruh.1
B.
Etiologi
Beberapa kondisi pada leher banyak disebabkan oleh
pergeseran atau penjepitan dari akar saraf atau gangguan pada foramen
intervertebralis mungkin disertai dengan tanda dan gejala dari Cervical Root Syndrome.
Kondisi tebanyak pada kasus ini disebabkan oleh proses degeneratif dan herniasi
dari discus intervertebralis.1,2
Untuk lebih jelas mengenai etiologi,
kita akan membahas sedikit mengenai anatomi daerah terkait. Pada daerah leher,
banyak terdapat jaringan yang bisa merupakan sumber nyeri. Biasanya rasa nyeri
berasal dari jaringan lunak atau ligament, akar saraf, faset artikular, kapsul,
otot serta duramater. Nyeri bisa diakibatkan oleh proses degeneratif,
infeksi/inflamasi, iritasi dan trauma. Selain itu perlu juga diperhatikan
adanya nyeri alih dari organ atau jaringan lain yang merupakan distribusi
dermatomal yang dipersarafi oleh saraf servikal.3
Radiks anterior dan posterior bergabung
menjadi satu berkas di foramen intervertebral dan disebut saraf spinal. Berkas
serabut sensorik dari radiks posterior disebut dermatome. Pada permukaan thorax
dan abdomen, dermatome itu selapis demi selapis sesuai dengan urutan radiks
posterior pada segmen-segmen medulla spinalis C3-C4 dan T3-T12. Tetapi pada
permukaan lengan dan tungkai, kawasan dermatome tumpang tindih oleh karena
berkas saraf spinal tidak langsung menuju ekstremitas melainkan menyusun plexus
dan fasikulus terkebih dahulu baru kemudian menuju lengan dan tungkai. Karena
itulah penataan lamelar dermatome C5-T2 dan L2-S3 menjadi agak kabur.3,4
Segala sesuatunya yang bisa merangsang
serabut sensorik pada tingkat radiks dan foramen intervertebral dapat
menyebabkan nyeri radikuler, yaitu nyeri yang berpangkal pada tulang belakang
tingkat tertentu dan menjalar sepanjang kawasan dermatome radiks posterior yang
bersangkutan. Osteofit, penonjolan tulang karena faktor congenital, nukleus
pulposus atau serpihannya atau tumor dapat merangsang satu atau lebih radiks
posterior.3,4
Pada umumnya, sebagai permulaan hanya
satu radiks saja yang mengalami iritasi terberat, kemudian yang kedua lainnya
mengalami nasib yang sama karena adanya perbedaan derajat iritasi, selisih
waktu dalam penekanan, penjepitan dan lain sebagainya. Maka nyeri radikuler
akibat iritasi terhadap 3 radiks posterior ini dapat pula dirasakan oleh pasien
sebagai nyeri neurogenik yang terdiri atas nyeri yang tajam, menjemukan dan
paraestesia.3,4
Nyeri yang timbul pada vertebra
servikalis dirasakan didaerah leher dan belakang kepala sekalipun rasa nyeri
ini bisa di proyeksikan ke daerah bahu, lengan atas, lengan bawah atau tangan.
Rasa nyeri di picu/diperberat dengan gerakan/posisi leher tertentu dan akan
disertai nyeri tekan serta keterbatasan gerakan leher.3,4
a.
Sistem
tulang3,4
1.
Arcus
Arcus adalah bangunan yang merupakan
lempengan dan simetris antara kanan dan kiri, terletak pada posterior corpus.
Pangkal dari corpus ini disebut radiks arcus vertebralis. Di sebelah posterior
dari lengkung ini bertemu linea mediana posterior dan
selanjutnya membentuk tonjolan seperti duri yang disebut prosessus
spinosus. Tonjolan meruncing pada batas dataran radiks dan arus ke lateral
disebut prosessus tranversus.
2. Foramen vertebralis
Vertebra cervicalis membentuk suatu
columna vertebralis, dengan sendirinya tiap foramen vertebraeyang
lain membentuk kanalis di dalam columna vertebralis yang
ditempati oleh medulla spinalis, yaituforamen vertebralis.
3. Vertebrae cervicalis
Vertebrae cevicalis terdiri dari
tujuh vertebrae, yang masing-masing terhubung dengan yang lain. Pada vertebra cervicalis
satu sampai enam mempunyai corpus kecil. Processusnya bersifat bifida(bercabang
dua). Processus tranversusnya mempunyai foramen transversarium
yang membagi processus tranversum menjadi dua tonjolan yaitu tuberkulum
anterius dan posterius. tetapi pada cervical enam terdapat
pembesaran dari tuberkulum anterius yang disebut tuberkulum
karotikus yang terletak diarteria karotikus.
Sedangkan pada vertebrae cervical
tujuh terdapat perbedaan susunan dengan vertebrae cervicalis lainya
karena prosessus spinosusnya disini meruncing menuju ke dorsal
dan tidak bercabang menjadi dua lagi dan sangat menonjol sehingga mudah diraba
dari luar, oleh karena itu vertebrae cervical tujuh disebut vertebrae
prominens. Selain itu perbedaan yang lainya adalah foramen tranversarium
sangat kecil, sebab belum dilalui oleh pembuluh darah.
b. Sistem otot3,4
Sesuai dengan kondisi CRS ini maka
dalam bab ini penulis akan membahas otot-otot yang berhubungan dengan gerakan
leher dan bahu yang meliputi flexor cervicalis otot-otot penggerak
utamanya adalah m. sternoleidomastoideus, m. sclaneus medius dan
anterior posterior, dimana otot-otot ini diinervasi oleh
C1-8, eksensor cervicalis otot penggerak utamanya adalah m.
splennius cervicis, m. semi spinalis, m. longisimus cervicalis, m. ilioastalis
cervicis (diinervasi C3-T6), lateral flexi otot
penggerak utamanya adalah m. sternoleidomastoideus, m. sclaneus
anterior, medius dan posterior (diinervasi C2-3),rotasi,
penggerak utamanya adalah m. obliqus capitis inferior, m. semispinalis
cervicis, m. splenius cervicis, m. longus capitis (diinervasi
C2-T5).
Sedangkan otot–otot penggerak bahu
adalah m. deltoid anterior, m. supra spinatus, dan m.
coraco radialis untuk gerakan flexi, m. latisimus
dorsi dan m. teres mayor untuk ekstensi, m. deltoid middle, m.
supra spinatus untuk abduksi, m. latisimus dorsi, m. petoralis
mayor, m. teres minor dan m. coraco brachialisuntuk adduksi, m. infraspinatus,
m. teres minor untuk internal dan eksternal rotasi.
c. Sistem persarafan3,4
Sistem persarafan merupakan sistem
penghantar yang berfungsi sebagai perantara impuls-impuls saraf yang berjalan
di kedua arah antara susunan saraf pusat dan jaringan tubuh lainya. Komponen
badan saraf terdiri dari serabut-serabut yang terikat menjadi satu oleh
jaringan penyokong konektif. Sistem persarafan yang terletak pada plexsus
brachialis merupakan sistem saraf perifer yang mana terdapat beberapa
persarafan antara lain, n. medianus, n. ulnaris, n. cuaeus, dan n.
radialis.
1. Nerves
Musculocutaneus
Nerves Musculocutaneus timbul dari fascicularis
lateral plexsus brachialis dan terdiri dari serabut-serabut yang
berasal dari segmen C5 dan C6. mula-mula nerves ini terletak di sebelah lateral
arteri axillaris, lalu menembus muscular coraco brachialis dan
turun secara oblique di sebelah lateral diantara musculus biceps dan
brachialis.
2. Nerves
axillaris (circumflexa, C5-C6)
Nerves axillaris berasal dari fasciculer
post plexus brachialis dan terdiri dari serabut-serabut yang berasal
dari segmen C5 dan C6, kemudian serabut berjalan ke dorsal.
3. Nerves
radialis (musculospiralis, C6-8 dan Th 1)
Nerves radialis merupakan cabang yang terbesar
daripada batas bawah muscular pectoralis sebagai kelanjutan langsung dari fasciculer
pectoralis dan serabut-serabut yang berasal dari tiga segmen thoracal
pertama dari medulla spinalis. Selama berjalan turun sepanjang lengan, n.
radialis ini menyertai arteri profundus dan sekitar humerus
serta di dalam sulcus musculospinalis.
4. Nerves
Medianus (C6-8, Th1)
Nerves medianus dipercabangkan dari pleksus
brachialis dengan dua buah caput. Kedua caput tersebut berasal dari fasikulus
lateral dan fasikulus medial. Kedua caput
tersebut bersatu pada bawah otot pectoralis minor, jadi serabut-serabut dari
dalam trunkus berasal dari tiga segmen cervical yang bawah dan dari segmen
thorakal pertama medulla spinalis di dalam lengan atas bagian bawah
5. Nerves
Ulnaris (C8-Th1)
Nerves ulnaris merupakan cabang terbesar
daripada plexsus brachialis. Serabut syaraf ini terdiri dari
serabut-serabut yang berasal dari segmen C8-Th1. Nerves ulnaris ini
berasal dari batas bawahmusculus pectoralis minor dan berjalan
turun pada sisi medial lengan dan menembus septum intermuscular untuk
melanjutkan perjalanan dalam sulcus pada caput medialis.3,4
C.
Patofisiologi
Discus intervertebralis terdiri dari
nucleus pulposus yang merupakan jaringan elastis, yang dikelilingi oleh annulus
fibrosus yang terbentuk oleh jaringan fibrosus. Kandungan air dalam nucleus
pulposus ini tinggi, tetapi semakin tua umur seseorang kadar air dalam nuleus
pulposus semakin berkurang terutama setelah seseorang berumur 40
tahun, bersamaan dengan itu terjadi perubahan degenerasi pada begian pusat
discus, akibatnya discus ini akan menjadi tipis, sehingga jarak antara
vertebrae yang berdekatan mejadi kecil dan ruangan discus menjadi sempit, selanjutnya annulus
fibrosus mengalami penekanan dan menonjol keluar.3,5
Menonjolnya bagian discus ini maka jaringan sekitarnya yaitu
corpus-corpus vertebrae yang berbatasan akan terjadi suatu perubahan. Perubahannya
yaitu terbentuknya jaringan ikat baru yang dikenal dengan nama osteofit.
Kombinasi antara menipisnya discus yang menyebabkan penyempitan ruangan discus
dan timbulnya osteofit akan mempersempit diameter kanalis spinalis. Pada
kondisi normal diameter kanalis spinalis adalah 17 mm sampai 18 mm. Tetapi pada
kondisi CRS, kanalis ini menyempit dengan diameter pada umumnya antara 9 mm
sampai 10 mm.5
Pada keadaan normal, akar-akar saraf
akan menempati seperempat sampai seperlima, sedangkan sisanya akan diisi penuh
oleh jaringan lain sehingga tidak ada ruang yang tersisa. Bila foramen
intervertebralis ini menyempit akibat adanya osteofit, maka akar-akar saraf
yang ada didalamnya akan tertekan. Saraf yang tertekan ini mula-mula akan
membengkok. Perubahan ini menyebabkan akar-akar saraf tersebut terikat pada
dinding foramen intervertebralis sehingga mengganggu peredaran darah.
Selanjutnya kepekaan saraf akan terus meningkat terhadap penekanan, yang
akhirnya akar-akar saraf kehilangan sifat fisiologisnya. Penekanan akan
menimbutkan rasa nyeri di sepanjang daerah yang mendapatkan persarafan
dari akar saraf tersebut.5,6
D.
Tanda
dan gejala
Nyeri radikuler serviks ditandai dengan
nyeri leher menjalar ke sisi posterior lengan bawah, bahu dan kadang-kadang
bisa mencapai ke tangan. Memancarkan nyeri mengikuti distribusi dermatom dari
saraf yang terkena, tetapi juga mempengaruhi jaringan diinervasi oleh saraf
ini, seperti otot, sendi, ligamen dan kulit. Nyeri yang berasal dari akar
serviks keempat (C4) terlokalisir di leher dan daerah supraskapular. Nyeri dari akar serviks kelima (C5)
menjalar ke lengan bawah, sedangkan nyeri dari akar keenam dan ketujuh (C6 dan
C7) meluas ke leher, lengan bahu, dan tangan.3,5,7
E.
Diagnosa
a.
Anamnesa
Anamnesa adalah hal-hal yang menjadi
sejarah kasus pasien, juga berguna untuk menentukan diagnosa, karena misalnya
dengan pendekatan psikiatri terhadap depresinya yang kadang merupakan factor
dasar nyeri bahu ini.3,8
Gejala-gejala
yang mungkin nampak pada inspeksi dan palpasi, misalnya :8,9
1. Nyeri kaku pada leher
2.
Rasa nyeri dan tebal dirambatkan ke ibu
jari dan sisi radial tangan
3. Dijumpai kelemahan pada biceps atau
triceps
4. Berkurangnya reflex biceps
5. Dijumpai nyeri menjalar (referred
pain) di bahu yang samar, dimana “nyeri bahu” hanya dirasa bertahan di daerah
deltoideus bagian lateral dan infrascapula atas.
b.
Tes Khusus
Untuk tes-tes khusus yang harus dilakukan sebenarnya
banyak, misalnya :
1. Tes Provokasi2,8,9
Tes
Spurling atau tes Kompresi Foraminal, dilakukan dengan cara posisi leher
diekstensikan dan kepala dirotasikan ke salah satu sisi, kemudian berikan
tekanan ke bawah pada puncak kepala. Hasil positif bila terdapat nyeri
radikuler ke arah ekstremitas ipsilateral sesuai arah rotasi kepala.
Pemeriksaan ini sangat spesifik namun tidak sensitif guna mendeteksi adanya
radikulopati servikal. Pada pasien yang datang ketika dalam keadaan nyeri,
dapat dilakukan distraksi servikal secara manual dengan cara pasien dalam
posisi supinasi kemudian dilakukan distraksi leher secara perlahan. Hasil
dinyatakan positif apabila nyeri servikal berkurang.
2. Tes Distraksi Kepala9,10
Distraksi kepala akan menghilangkan nyeri yang diakibatkan
oleh kompresi terhadap radiks syaraf. Hal ini dapat diperlihatkan bila
kecurigaan iritasi radiks syaraf lebih memberikan gejala dengan tes kompresi
kepala walaupun penyebab lain belum dapat disingkirkan.
3. Tindakan Valsava8,10,11
Dengan tes ini tekanan intratekal dinaikkan, bila terdapat
proses desak ruang di kanalis vertebralis bagian cervical, maka dengan di
naikkannya tekanan intratekal akan membangkitkan nyeri radikuler. Nyeri syaraf
ini sesuai dengan tingkat proses patologis dikanalis vertebralis bagian
cervical. Cara meningkatkan tekanan intratekal menurut Valsava ini adalah
pasien disuruh mengejan sewaktu ia menahan nafasnya. Hasil positif bila timbul
nyeri radikuler yang berpangkal di leher menjalar ke lengan.
c.
Pemeriksaan Penunjang
1.
CT scan dan MRI
CT
scan menyediakan informasi yang baik pada struktur tulang, tetapi ada
keterbatasan berkaitan dengan jaringan lunak. MRI
adalah pemeriksaan pilihan, menunjukkan perubahan morfologi yang terjadi di
diskus intervertebralis, saraf tulang belakang, akar saraf dan jaringan lunak
sekitarnya. Diagnosis tidak boleh
hanya didasarkan pada temuan radiologis, karena sejumlah penelitian telah
menunjukkan bahwa sekitar 30% dari pasien dengan temuan MRI tidak menunjukkan
gejala. Ketika klinis dan
radiologis temuan cocok, maka akan lebih mudah untuk membuat diagnosa yang
tepat.1,2,12,13
2. Tes elektrofisiologi
Tes
elektrofisiologi termasuk konduksi saraf dan elektromiografi (EMG). Ini berguna ketika ada kecurigaan
cacat saraf tetapi mereka tidak memberikan informasi khusus mengenai nyeri.1,5,14,15
F. Pengobatan
a.
Pengobatan Konservatif
Obat penghilang nyeri atau relaksan
otot dapat diberikan pada fase akut. Obat-obatan ini biasanya diberikan selama
7-10 hari. Jenis obat-obatan yang banyak digunakan biasanya dari golongan
salisilat atau NSAID. Bila keadaan nyeri dirasakan begitu berat, kadang-kadang
diperlukan juga analgetik golongan narkotik seperti codein, meperidin, bahkan
bisa juga diberikan morfin. Ansiolitik dapat diberikan pada mereka yang
mengalami ketegangan mental. Pada kondisi tertentu seperti nyeri yang
diakibatkan oleh tarikan, tindakan latihan ringan yang diberikan lebih awal
dapat mempercepat proses perbaikan.5,16
Kepala sebaiknya diletakan pada bantal
servikal sedemikian rupa yaitu sedikit dalam posisi flexi sehingga pasien
merasa nyaman dan tidak mengakibatkan gerakan kearah lateral. Istirahat
diperlukan pada fase akut nyeri,terutama pada spondilosis servikalis atau
kelompok nyeri non spesifik.5,8,16
Obat-obatan
yang banyak digunakan adalah:
·
Ibuprofen 400 mg, tiap 4-6 jam (PO)
·
Naproksen 200-500 mg, tiap 12 jam (PO)
·
Fenoprofen 200 mg, tiap 4-6 jam (PO)
·
Indometacin 25-50 mg, tiap 8 jam (PO)
·
Kodein 30-60 mg, tiap jam
(PO/Parentral)
·
Vit. B1, B6, B12
b. Pengobatan Pencegahan Nyeri
Bila
penyakit ini dalam bentuk yang akut atau subakut, injeksi kortikosteroid
diindikasikan.Teknik yang digunakan, adalah pendekatan translaminar posterior,
sedangkan injeksi epidural transforaminal dihindari karena risiko tinggi
komplikasi yang parah, yang bertentangan dengan tulang belakang lumbar mana
pendekatan transforaminal disukai. Di seluruh dunia penelitian sistematis mengarah pada
kesimpulan bahwa injeksi kortikosteroid serviks epidural secara signifikan
efektif dalam pengobatan nyeri radikuler akut dan subakut serviks dan selalu
harus diterapkan sebelum keputusan operasi.1,8,16,17
Bila
penyakit ini dalam bentuk-yang kronis yang biasanya terjadi setelah operasi
tulang belakang atau mengikuti fase akut dan subakut radikulitis dari herniasi
yang telah undertreated dengan terapi konservatif-neuroplasty (adhesiolysis)
dengan kateter Racz diindikasikan. Masyarakat
Amerika Dokter Nyeri Intervensional (ASIPP) diterbitkan pedoman berbasis bukti
untuk teknik invasif dalam pengelolaan nyeri tulang belakang kronis. Menurut pedoman ini, ada bukti kuat
yang menunjukkan kemanjuran neuroplasty dengan kortikosteroid dalam kontrol
pendek dan jangka panjang dari nyeri pada refraktori radiculopathy dan nyeri
tulang belakang neuropatik.2,16,17
Studi
terkontrol acak telah menunjukkan kemanjuran PRF diterapkan pada
ganglion akar dorsal tulang belakang (DRG) dari tulang belakang leher. Menurut pengobatan berbasis bukti,
penerapan metode dalam kasus radikulitis serviks kronis sangat dianjurkan. Durasi analgesia
bervariasi dari kasus ke kasus. Teknik
ini aman dan dapat diulangi sebanyak yang diperlukan. Jika, meskipun sesi terapi
berulang-ulang dengan frekuensi radio berdenyut hasilnya telah membatasi
durasi, maka frekuensi radio konvensional dapat diterapkan. Aplikasi ini, bagaimanapun,
menghancurkan (ablates) ganglion dan dapat menyebabkan kelemahan otot sedikit
di lengan.2,16-18
Ini adalah terapi
neuromodulatory, yang digunakan dalam kasus semua metode yang kurang invasif
lain gagal. Kemanjurannya dalam
mengobati nyeri neuropatik yang kronis adalah signifikan.8,16,19
c. Fisioterapi
Tujuan utama penatalaksanaan adalah
reduksi dan resolusi nyeri, perbaikan atau resolusi defisit neurologis dan
mencegah komplikasi atau keterlibatan medulla spinalis lebih lanjut.2,5,8,20
1.
Traksi
Tindakan ini
dilakukan apabila dengan istirahat keluhan nyeri tidak berkurang atau pada
pasien dengan gejala yang berat dan mencerminkan adanya kompresi radiks saraf.
Traksi dapat dilakukan secara terus-menerus atau intermiten.8,21,22
2.
Cervical Collar
Pemakaian cervical collar lebih
ditujukan untuk proses imobilisasi serta mengurangi kompresi pada radiks saraf,
walaupun belum terdapat satu jenis collar yang benar-benar mencegah mobilisasi
leher. Salah satu
jenis collar yang banyak digunakan adalah SOMI Brace (Sternal Occipital
Mandibular Immobilizer).
Collar digunakan selama 1 minggu secara
terus-menerus siang dan malam dan diubah secara intermiten pada minggu II atau
bila mengendarai kendaraan. Harus diingat bahwa tujuan imobilisasi ini bersifat
sementara dan harus dihindari akibatnya yaitu diantaranya berupa atrofi otot
serta kontraktur. Jangka waktu 1-2 minggu ini biasanya cukup untuk mengatasi nyeri
pada nyeri servikal non spesifik. Apabila disertai dengan iritasi radiks saraf,
adakalanya diperlukan waktu 2-3 bulan. Hilangnya nyeri, hilangnya tanda spurling
dan perbaikan defisit motorik dapat dijadikan indikasi pelepasan collar.2,23,24
3.
Thermoterapi
Thermoterapi
dapat juga digunakan untuk membantu menghilangkan nyeri. Modalitas terapi ini
dapat digunakan sebelum atau pada saat traksi servikal untuk relaksasi otot.
Kompres dingin dapat diberikan sebanyak 1-4 kali sehari selama 15-30 menit,
atau kompres panas/pemanasan selama 30 menit 2-3 kali sehari jika dengan
kompres dingin tidak dicapai hasil yang memuaskan. Pilihan antara modalitas
panas atau dingin sangatlah pragmatik tergantung persepsi pasien terhadap
pengurangan nyeri.8,20-22
4.
Latihan
Berbagai
modalitas dapat diberikan pada penanganan nyeri leher. Latihan bisa dimulai
pada akhir minggu I. Latihan mobilisasi leher kearah anterior, latihan
mengangkat bahu atau penguatan otot banyak membantu proses penyembuhan nyeri.
Hindari gerakan ekstensi maupun flexi. Pengurangan nyeri dapat diakibatkan oleh
spasme otot dapat ditanggulangi dengan melakukan pijatan.8,20-22
Modalitas
fisioterapi yang digunakan dalam penanganan CRS ini adalah SWD, ultra sonic,
dan terapi latihan.
1.
SWD (Short Wave Diatermy)
SWD adalah alat yang menggunakan energi listrik
elektromagnetik yang dihasilkan arus bolak-balik frekuensi tinggi. Frekuensi
yang diperbolehkan pada penggunaan SWD adalah 27 MHz dengan panjang gelombang
11 m. Energi elektromagnetik yang dipancarkan dari emitter akan menyebar
sehingga kepadatan gelombang semakin berkurang pada jarak semakin jauh.
Berkurangnya intensitas energi elektromagnetik juga disebabkan oleh penyerapan
jaringan. Dalam kasus ini penulis menggunakan modalitas fisioterapi
berupa Short Wave Diatermy ( SWD ). Pemberian SWD diharapkan
dapat merangsang serabut syaraf tipe II dan tipe III, sehingga akan menghalangi
masuknya impuls nosiseptif di tingkat medulla spinalis
sehingga nyeri akan berkurang dan selanjutnya akan memutus siklus nyeri, kemudian
akan memberikan efek relaksasi otot-otot lain yaitu mempengaruhi aliran darah
lokal yang membuat spasme otot berkurang sehingga terapi relaksasi dan nyeri
dapat terhambat.2,20-22
2.
Ultra Sonic
Gelombang ultra sonic adalah
gelombang yang tidak dapat didengar oleh manusia. Merupakan gelombang
longitudinal yang gerakan partikelnya dari arah “ke” dan “dari” dan
perambatannya memerlukan media penghantar. Media pengahantar harus elastis agar
partikel bisa merubah bentuk dan kembali ke bentuk semula untuk memungkinkan
gerakan “ke” dan “dari”. Dari sini dijumpai daerah padat atau compression dan
daerah renggang atau refraction.
Dalam penggunakan modalitas ultra
sonic beberapa ahli membuktikan bahwa ultra sonic efektif untuk mengurangi
nyeri, karena ultra sonic dapat meningkatkan ambang rangsang, mekanisme dari
efek termal panas. Selain itu pembebasan histamin, efek fibrasi
dari ulta sonic terhadap gerbang nyeri dan dari suatu percobaan ditemukan bahwa
pemakaian ultra sound dengan pulsa rendah.2,22
·
Efek
Ultra sonic2,22
-
Efek
mekanik
Efek yang pertama kali didapat oleh
tubuh adalah efek mekanik. Gelombang ultra sonic menimbulkan adanya peregangan
dan perapatan didalam jaringan dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi dari
ultra sonic. Efek mekanik ini juga disebut dengan micro massage.
Pengaruhnya terhadap jaringan yaitu meningkatkan permeabilitas terhadap
jaringan dan meningkatkan metabolisme. Micro massage adalah
merupakan efek terapeutik yang penting karena semua efek yang timbul oleh
terapi Ultra Sonic diakibatkan oleh micro massage ini.
-
Efek
termal
Panas yang dihasilkan tergantung dari nilai bentuk gelombang
yang dipakai, intensitas dan lama pengobatan. Yang paling besar yang menerima
panas adalah jaringan antar kulit dan otot. Efek termal akan memberikan
pengaruh pada jaringan yaitu bertambahnya aktivitas sel, vasodilatasi yang
mengakibatkan penambahan oksigen dan sari makanan dan memperlancar proses
metabolisme.
-
Efek
biologi
Efek biologi merupakan respon fisiologi yang dihasilkan dari
pengaruh mekanik dan termal. Pengaruh biologi ultra sonic terhadap jaringan
antara lain:
·
Memperbaiki
sirkulasi darah
Pemberian
ultra sonic akan menyebabkan kenaikan temperatur yang menimbulkan vasodilatasi
sehingga aliran darah ke daerah yang diobati menjadi lebih lancar. Hal ini akan
memungkinkan proses metabolisme dan pengangkutan sisa metabolisme serta suplai
oksigen dan nutrisi menjadi meningkat.
·
Relaksasi
otot
Rileksasi
otot akan mudah dicapai bila jaringan dalam keadaan hangat dan rasa sakit tidak
ada. Pengaruh termal dan mekanik dari ultra sonic dapat mempercepat proses
pengangkutan sel P (zat asam laktat) sehingga dapat memberikan efek rileksasi
pada otot.
·
Meningkatkan
permeabilitas jaringan
Energi
ultra sonic mampu menambah permeabilitas jaringan otot dan pengaruh mekaniknya
dapat memperlunak jaringan pengikat.
·
Mengurangi
nyeri
Nyeri
dapat berkurang dengan pengaruh termal dan pengaruh langsung terhadap saraf.
Hal ini akibat gelombang pulsa yang rendah intensitasnya memberikan efek
sedatif dan analgetik pada ujung saraf sensorik sehingga mengurangi nyeri. Dan
dasar dari pengurangan rasa nyeri ini diperoleh dari, perbaikan sirkulasi
darah, normalisasi dari tonus otot, berkurangnya tekanan dalam jaringan,
berkurangnya derajat keasaman.
·
Mempercepat
penyembuhan
Pemberian
Ultra sonic mampu mempercepat proses penyembuhan jaringan lunak . Adanya
peningkatan suplai darah akan meningkatkan zat antibodi yang mempercepat
penyembuhan dan perbaikan pembuluh darah untuk memperbaiki jaringan.
·
Pengaruh
terhadap saraf parifer
Menurut
beberapa penelitian bahwa Ultra Sonic dapat mendepolarisasikan saraf efferent,
ditunjukkan bahwa getaran Ultra Sonic dengan intensitas 0,5-3 w/cm2 dengan
gelombang kontinyu dapat mempengaruhi exitasi dari saraf perifer. Efek ini
berhubungan dengan efek panas. Sedangkan dari aspek mekanik tidak terlalu
berpengaruh.
3.
Terapi latihan2,5,8,20-22
·
Dengan
metode PNF
Terapi Latihan merupakan salah satu
pengobatan dalam fisioterapi yang dalam pelaksanaanya menggunakan
latihan-latihan gerakan tubuh baik secara aktif maupun pasif. Atau pula dapat
didefinisikan sebagai suatu usaha untuk mempercepat proses penyembuhan dari
suatu cidera yang telah merubah cara hidupnya yang normal. Hilangnya suatu
fungsi atau adanya hambatan dalam melakanakan suatu fungsi dapat menghambat
kemampuan dirinya untuk hidup secara independentyaitu dalam melaksanakan
aktifitas kerja.
Tujuan dari Terapi latihan adalah (1) Memajukan aktifitas
penderita, (2) Memperbaiki otot yang tidak efisien dan memperoleh kembali jarak
gerak sendi yang normal tanpa memperlambat usaha mencapai gerakan yang
berfungsi dan efisien, (3) Memajukan kemampuan penderita yang telah ada untuk
dapat melakukan gerakan-gerakan yang berfungsi serta bertujuan, sehingga dapat
beraktifitas normal.
Jenis terapi latihan yang digunakan
untuk kondisi CRS adalah Terapi latihan dengan menggunakan metode Propioceptif
Neuromusular Fasilitation (PNF) berusaha memberikan rangsangan
sedemikian sehingga diharapkan timbul reaksi-reaksi yang sesuai dengan
perangsangan yang akhirnya gerakan-gerakan yang diinginkan tercapai. Tujuan PNF
adalah untuk meningkatkan kekuatan otot. Berdasarkan prinsip PNF dari teori
pergerakan yang menyatakan bahwa PNF dapat memperbaiki kekuatan dan
kondisi system neuro musuloseletal. Tehnik ini bermanfaat untuk
assisted otot-otot yang lemah sekaligus strengthening otot-otot yang lebih kuat
tanpa melupakan prinsip-prinsip dasar PNF dan teknik PNF.
Adapun
prinsip-prinsip dasar yang berhubungan dengan kasus CRS ini antara lain:22
-
Tahanan
maksimal (optimal)
Tahanan
maksimal maksudnya adalah tahanan maksimal yang masih bisa dilawan oleh
penderita dengan baik sehingga memungkinkan penderita untuk mempertahankan
suatu posisi (kontraksi isometric) dengan gerakan yang halus. Tahanan ini
tergantung toleransi pasien. Pegangan pada lumbrical akan mempermudah dalam
memberikan tahanan rotasi. Tahanan diberikan sejak awal gerakan sampai titik
lemah gerakan. Faktor-faktor mekanis seperti cara kerja “lever”. letak “as” dan
gaya berat (gravitasi) sangat mempengaruhi terhadap besar-kecilnya tahanan yang
diberikan.
-
Manual
contact
Manual
contact dimaksudkan agar pasien mengerti arah gerakan yang diminta oleh terapis
dan sebaiknya dilakukan dengan kedua tangan sehingga mudah untuk memberikan
tahanan ataupun assisted.
-
Stimulasi verbal (komando)
Rangsangan
suara dapat memacu semangat aktivitas penderita. Dalam memberikan aba-aba
kepada penerita harus jelas dan sering diulang-ulang.
-
Body
position dan body mechanic
Terapis
berdiri pada grove dan menghadap ke pasien sehingga memungkinkan selalu memperhatikan
pasien agar dalam melakukan latihan di rumah sama seperti yang diajarkan
terapis.
-
Traksi
dan aproksimasi.
Traksi adalah
tarikan yang membuat saling menjauhnya segmen yang satu terhadap segmen yang
lain atau usaha mengulur segmen pada suatu ekstrimitas.
Aproximasi adalah saling menekanya atau memberikan tekanan pada suatu
segmern atau ekstrimitas. Aproximasi bertujuan untuk stabilisasi sendi.
-
Pola
gerak
Pola
gerak pada ekstrimitas atas adalah flksi-abduksi-eksoroasi,
fleksi-adduksi-eksorotasi, ektsensi, abduksi-eksorotasi,
ekstensi-abduksi-endorotasi, ekstensi-adduksi-endorotasi. Teknik yang digunakan
pada kasus ini adalah “repeated contration”. Repeated
contration adalah suatu teknik isotonic untuk kelompok agonis, yang
dilakukan pada bagian–bagian tertentu, dari lintasan gerakan dengan jalan
memberikan “ restrech “ yang disusun dengan kontraksi
isotonic. Dan tujuan dari teknik ini antara lain memperbaiki kekuatan otot dan
daya tahan, memperbaiki lingkup gerak sendi secara aktif, menurunkan ketegangan
atau penguluran antagonis, serta penguatan (strengtening).
·
Dengan
traksi cervical.
Dengan
traksi cervical diharap terjadi penambahan ruangan pada intervertebralis maka
penyempitan yang dapat menekan akar saraf dapat berkurang, serta diperoleh relaksasi
otot-otot leher. Dalam percobaan traksi yang diberikan pada susunan vertebrae
cervicalis. oleh Olachis dan Strohm disebutkan bahwa dalam keadaan lordosis
servical normal. Traksi diberikan dengan tarikan diperoleh regangan jarak
antara prosessus spinosus pada vertebrae yang berbatasan sebesar 1-1,5 mm.20-22
Problematika fisioterapi:
- Impairment, yaitu berupa nyeri, penurunan kekuatan otot bahu dan leher, serta penurunan lingkup gerak sendi bahu dan leher.
- Functional limitation, berupa gangguan saat menengok dan menunduk, nyeri saat bangun tidur dan tidur miring, nyeri saat mengangkat lengannya.
- Disability, yaitu tidak ada gangguan dalam bersosialisasi dengan masyarakat.
d.
Operasi
Tindakan operatif lebih banyak
ditujukan pada keadaan yang disebabkan kompresi terhadap radiks saraf atau pada
penyakit medula spinalis yang berkembang lambat serta melibatkan tungkai dan
lengan. Pada penanggulangan kompresi tentunya harus dibuktikan dengan adanya
keterlibatan neurologis serta tidak memberikan respon dengan terapi
medikamentosa biasa.5,8,25-27
G.
Diagnosis
banding
Banyak kondisi yang dapat menimbulkan nyeri pada leher dan
bahu serta rasa tak nyaman pada ekstremitas. Semua itu harus dibedakan dari
mana asalnya dan bagaimana mekanisme terjadinya. Diagnosis banding untuk CRS
ini adalah:2,5,8,28
1. Carpal Tunnel Syndrome,
Adalah
suatu gejala yang muncul bila ada penekanan nervus medianus oleh
ligamen transversum sehingga timbul kesemutan, nyeri menjalar ke tangan.
2. Thoracic outlet syndrome
a. Anterior sclanei syndrome
Disebabkan karena adanya kompresi
bundle neurovaskuler diantara otot sclanei dan costa pertama.
Gejalanya adalah numbness, tingling, di lengan dan jari-jari
tangan. Biasanya menggambarkan kesemutan datang dan pergi dari tangan dan jari
tangan. Nyeri ini letaknya dalam biasanya datang setelah duduk lama.
b.
Petoralis
minor syndrome
Muncul
bila ada penekanan bundle neuromuscular diantara bagian antero
lateral atas dan otot pectoralis minor terjadi bila
hiperabduksi humerus mengulur otot pectoralis minor.
3. Claviculocostal syndrome
Timbul karena adanya penekanan pada bundle
neurovasculer saat melewati belakang clavicula di sebelah anterior
costa pertama, gejala lainnya adalah adanya dropy posture yaitu
posturnya salah, lelah, cemas, dam depresi.
H.
Komplikasi
Komplikasi dari Cervical Root Syndrome adalah atrofi
otot-otot leher dan adanya kelemahan otot-otot leher dan bahu, dan
ketidakmampuan tangan untuk melakukan aktifitas.1,3,5,8
DAFTAR PUSTAKA
1.
Harono. Buku ajar neurologi
klinis. 5th ed. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2011.
2.
Sanjaya Patrick. Cervical root syndrome (referat). Pare (Kediri): Wijaya Kusuma univ.; 2012.
3.
Snell RS. Neuroanatomi
klinik. 5th ed. Jakarta: EGC; 2007.
4. Frymoyer
JW, Wiesel SW, An HS, Boden SD, Lauerman WC, LAnke LG, et al. Adult &
pediatric spine. 3rd ed. Philadephia: Lippincott William &
Wilkins: 2004.
5. Ropper
AH, Brown RH. Principles of neurology. 8th ed. Boston: McGraw-Hill;
2005
6. Jhon MR,
Yoon T, Riew KD. Cervical Radiculopathy. J Am Acad Orthop Surg. 2007 Aug;
15(8): 486-94.
7. Furman Michael. Cervical disc disease.
[Online]. 2014 Feb 12 [cited 2014 Marc 29]; [13 screens].
Available from:
8. Wilkinson
I, Lennox G. Essential neurology. 4th ed. Massachusetts (US):
Blackwell Publishing; 2005.
9. Larner
AJ. A dictionary of neurological sign. 2nd ed. Spring street (NY):
Springer Publishers; 2006.
10. Roenn
JHV, Paice JA, Preodor ME. Current diagnosis & treatment pain. 1st
ed. Washington: Mc Graw Hill; 2006.
11. Curette
S, Fehlings. Clinical radiculopathy. N Engl J Med. 2005 Jul 28; 353(4): 392-9.
12. Caridi
JM, Pumberger M, Hughes AP. Cervical Radiculopathy: A Review. HSS Journal 2011
Oct; 7(3): 265-272.
13. Binder
A. the diagnosis and treatment of nonspecific neck pain and whiplash. Eura
Medicophys. 2007 Mar; 43(1): 79-89.
14. Pickard
JD, Ankara NA, Ljubljana VVD, Antunes JL, Lausanne NT, et al. Advances and
technical standard in neurosurgery. 31st ed. Austria: Springer Wien;
2006.
15. Larner
AJ. Diagnostic criteria in neurology. 2nd ed. United states of
America: Human Press; 2006.
16. Malanga Gerard. Cervical radiculopathy.
[Online]. 2013 Apr 05 [cited 2014 Marc 29]; [6 screens].
Available from:
17. Gisbeg L, Saftri A, Astikawati R, editors. Lecture notes neurologi.
8th ed. Jakarta: Erlangga; 2007.
18. Devereaux
M. Neck pain. Med Clin Nort Am. 2009 Mar; 93(2): 273-84.
19. Yeung
JT, Johson JL, Karim AS. Cervical disc herniation presenting with neck pain and
contralateral symptom: a case report. Journal of Medical Case Reports. 2012
June 28; 6: 166.
20. Rao RD,
Currier BL, Albert TJ, Bono CM, Marawar SV, Poelstra KA, et al. degenerative
cervical spondylosis: clinical syndromes, pathogenesis, and management. J Bone
Joint Surg Am. 2007 Jun; 89(6): 1360-78.
21. Young
IA, Michener LA, Cleland JA, Aguiler AJ, Synder AR. Manual therapy, exercise,
and traction for patients with cervical radiculopathy: A randomized clinical
trial. Journal of the American Physical Therapy Association. 2009 May 21;
89(7): 632-42.
22. Boyles
R, Toy P, Mellon J, Hayes M, Hammer B. effectiveness of manual physician
therapy in the treatment of cervical radiculopathy: a systemic review. J Man
Manip Ther. 2011 Aug; 19(3): 135-42.
23. Kuijper
B, Tans JTJ, Beelen A, Nollet F, Visser M. Cervical collar or physiotherapy
versus wait and see policy for recent onset cervical radiculopathy: randomized
trial. British medical journal. 2009 Oct 07; 339:b3883.
24. Costello
Maichael. Treatment of patient with cervical radiculopathy using thoracic spine
thrust manipulation, soft tissue mobilization, and exercise. J Man Manip Ther.
2008; 16(3): 129-35.
25. Heary
RF, Ryken TC, Matz PG, Anderson PA, Groff MW, Holly LT, et al. Cervical
laminoforminotomy for the treatment of cervical degenerative radiculopatty. J
Neurosurg Spine. 2009 Aug 11; 11(2): 198-202.
26. Matz PG,
Holly LT, Groff MW, Vresilovic EJ, Anderson PA, Heary RF, et al. Indication for
anterior cervical decompression for the treatment of cervical degenerative radiculopathy.
J Neurosurg Spine. 2009 Aug; 11(2): 174-82.
27. Kambin
Parvis. Arthroscopic and endoscopy spinal surgery. 2nd ed.
Philadephia: Humana press; 2005.
28. Tsementzis
SA. Differential diagnosis in neurology and neurosurgery a clinician’s pocket
guide. New York: Georg Thime Verlag; 2000.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar