Jumat, 24 April 2015

Bell's palsy


BELL’S PALSY
A.    Pendahuluan
Bell's palsy adalah bentuk paralisis sementara akibat dari kerusakan atau trauma nervus facialis. Bell's palsy dinamakan oleh Sir Charles Bell, pada abad ke-19 ahli bedah skotlandia ini pertama kali mendeskripsikan keadaan tersebut. Gangguan ini, yang tidak berhubungan dengan stroke, biasanya menyebabkan paralisis wajah. Secara umum, bell’s palsy hanya terkena pada satu nervus facialis dan satu bagian wajah, bagaimanapun, pada kasus yang jarang, dapat terkena pada kedua bagian. (1)
B.     Epidemiologi
Bell's palsy terjadi kira-kira 40.000 orang di Amerika setiap tahunnya. Dapat terkena sama pada pria dan wanita dan dapat terjadi pada semua umur, tetapi sedikit pada umur sebelum 15 tahun atau setelah 60 tahun. Serangan tidak sama pada orang yang menderita diabetes atau penyakit saluran napas atas seperti flu atau masuk angin/cold. (2)
C.    Etiologi
Bell's palsy akibat pembengkakan (inflamasi) dari nervus facialis pada daerah dimana ia lewat malalui tulang tengkorak. Penyebabnya sering tidak jelas. Jenis infeksi herpes yang disebut herpes zoster bias terlibat. Keadaan lain yang dapat menyebabkan bell’s palsy seperti: (2,3)
    Batang otak: tumor, infark demielinisasi, sudut cerebelopontin.
    Tulang petrosa : infeksi telinga tengah (otitis media kronik)
    Wajah: tumor parotis dan pembedahan trauma
    Lain-lain: infiltrasi atau inflamasi meningen (keganasan, sarkoidosis), terpajan angin dingin.
D.    Patofisiologi
Tiap-tiap nervus facialis secara langsung bercabang ke bagian otot pada satu bagian wajah, seperti digunakan untuk kedipan dan penutupan mata dan ekspresi wajah seperti senyum dan mengerutkan dahi. Sebagai tambahan, nervus facialis membawa impuls saraf ke kelenjar lacrimalis, kelenjar saliva dan otot dari tulang kecil dalam telinga tengah yang disebut stapes. Nervus facialis juga mentransmisi sensasi rasa dari lidah. (2)
Patofisiologi yang tepat dari bell’s palsy masih dalam perdebatan. Teori yang popular mengemukakan bahwa inflamasi dan pembengkakan nervus facialis mengakibatkan kompresi nervus dalam tulang temporal. Ini dapat terlihat pada pemeriksaan MRI dengan pembesaran nervus facialis. (4)
Nervus facialis melalui bagian tulang temporal yang biasanya disebut sebagai canalis facialis. Bagian pertama dari canalis facialis, pada segmen labirin berukuran kecil; pada meatus akustikus internus pada segmen ini mempunyai diameter hanya sekitar 0,66 mm. Dengan sempitnya canalis facialis, dapat terlihat secara logis pada proses peradangan, demielinisasi, iskemik atau kompresi dapat menganggu konduksi neural pada bagian ini. Sehingga, fungsi dari nervus facialis yang terganggu ini, menyebabkan terhentinya pesan dari otak yang dikirim ke otot wajah. Akibat terhentinya impuls/pesan ini dan terjadi kelemahan atau paralisis. (2,4)
E.     Manifestasi Klinis
Karena nervus facialis mempunyai banyak fungsi dan sangat kompleks, kerusakan nervus atau gangguan pada fungsinya dapat menyebabkan banyak problem. Gejala Bell's palsy dapat berbeda dari satu orang dengan yang lain dan menghasilkan keparahan dari ringan hingga paralisis total. Gejala ini dapat berupa kelemahan atau paralisis pada satu atau jarang pada kedua bagian wajah. Gejala lain dapat berupa penurunan kelopak mata dan sudut mulut, mengeluarkan air liur, mata atau mulut kering, gangguan pengecapan dan banyak air mata pada satu mata. Gejalanya sering, yang biasanya dimulai mendadak dan meningkat dalam 48 jam, mengakibatkan distorsi wajah yang signifikan. (2)
Gejala lain dapat berupa nyeri atau tidak nyaman sekitar rahang dan dibelakang telinga, dering pada satu atau kedua telinga, sakit kepala, kehilangan pengecapan, hipersensitif terhadap suara (hyperacusis) pada bagian yang terkena, gangguan bicara, pusing dan sulit makan atau minum. (2)


F.     Diagnosis
Pertama, observasi pasien pada posisi istirahat untuk keadaan simetri dan adanya gerakan involunter (misalnya fasciculations dan tics). Tanda kelemahan wajah seperti datarnya lekuk nasolabial, sudut mulut pada sisi yang lumpuh, lebih rendah letaknya, lambatnya kedipan mata dan hilangnya kerutan pada kulit dahi. Selanjutnya, memeriksa kuantitas gerakan volunter pada setiap dari lima percabangan/ramus perifer yang diikuti pasien: (5,6)
1.      Temporal. Mengangkat alis, mengerutkan alis
2.      Zigomatic. Menutup mata perlahan dan dengan upaya maksimal mencoba tetap menutup mata sementara penguji mencoba membukanya.
3.      Buccal. Senyum, menunjukkan gigi, mengembungkan pipi
4.      Mandibular. Mencibir, merapatkan bibir.
5.      Cervical. Senyum atau menyeringai gigi.
Perintah itu dilaksanakan pasien secara bilateral dan unilateral. Selanjutnya, pemeriksa menentukkan jika pasien menunjukkan tanda bell’s. (6)
Tidak ada tes laboratorium yang spesifik untuk menkonfirmasi diagnosis dari penyakit. Suatu tes yang dinamakan electromyography (EMG) dapat mengkonfirmasi diagnosis yang terdapat dari kerusakan nervus dan menentukan keparahan dan bagian yang terlibat. Tes darah kadang-kadang dapat membantu dalam mendiagnosis masalah lain yang sama seperti diabetes dan infeksi yang pasti. Magnetic resonance imaging (MRI) atau computed tomography (CT) scan dapat mengeliminasi penyebab structural lain dari penekanan pada nervus facialis. (2)
G.    Penatalaksanaan
Prednisone pada dosis awal 1 mg/kg/hari sampai 60 mg sebaiknya dipertimbangkan benar-benar dalam 72 jam onset gejala jika tidak ada kontraindikasi. (7)
Pertimbangkan menggunakan antivirus dalam 72 jam jika dicurigai untuk herpes zozter virus/HZV atau varicella zozter virus/VZV sebagai penyebabnya. Asiklovir diberikan 400 mg per oral 5 kali/hari untuk 10 hari jika terdapat bukti  yang mendukung HZV. Jika dicurigai VZV, dosis tinggi mungkin diperlukan (800 mg per oral 5 kali/   hari). (7)

H.    Prognosis
Prognosis untuk seseorang dengan Bell's palsy secara umum sangat baik. Dengan atau tanpa pengobatan, banyak individu mulai membaik dalam 2 minggu setelah onset awal dari gejala dan sembuh sempurna dalam 3-6 bulan. Sebagian mungkin mengalami perbaikan parsial yang memuaskan. Hanya sebagian kecil yang mengalami kelainan wajah. Pasien dengan kelemahan facialis LMN berat permanen mungkin membutuhkan tarsorafi lateral (penjahitan lateral kelopak mata atas dan bawah) untuk melindungi kornea. (3,8)




Sumber :
1.      Dugdale DC. Bell's palsy. [Online]. 2010 Dec 07 [cited 2011 Mar 08]; [1 screen]. Available from:
2.      National Institute of Neurological Disorders and Stroke. Bell's Palsy Fact Sheet. [Online]. 2011 Feb 16 [cited 2011 Mar 08]; [1 screen]. Available from:
3.      Ginsberg L. Alih bahasa: dr. Indah Retno Wardhani. Lecture notes: neurologi. 8th ed. Jakarta: Erlangga; 2008. Hal. 35
4.      Lo Bruce. Bell Palsy: Follow-up. [Online]. 2010 Feb 24 [cited 2011 Mar 08]; [5 screen]. Available from:
5.      Brackmann DE,  Fetterman BL. Cranial Nerve VII : Facial Nerve. Goetz CG editor. Textbook of Clinical Neurology. 3rd ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.
6.      Priguna S. Tata pemeriksaan klinis dalam neurologi. Jakarta: PT. Dian Rakyat; 1980. Hal. 262-63
7.      Lo Bruce. Bell Palsy: Follow-up. [Online]. 2010 Feb 24 [cited 2011 Mar 08]; [5 screen]. Available from:
8.      National Institute of Neurological Disorders and Stroke. NINDS Bell's Palsy Information Page. [Online]. 2011 Feb 16 [cited 2011 Mar 08]; [1 screen]. Available from:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar