Selasa, 17 September 2013

FISIOTERAPI PADA GANGGUAN FUNGSI SEKSUAL (DISFUNGSI EREKSI)


FISIOTERAPI PADA GANGGUAN FUNGSI SEKSUAL (DISFUNGSI EREKSI)

Ditulis oleh : Heru Purbo Kuntono, Dipl. PT, M.Kes
Problem sex pasca stroke dipengaruhi oleh beberapa factor :
1.Usia
2.Body image
3.Jenis stroke
4.Psikiatris dan emosi

Secara general dipengaruhi oleh kemampuan fisik dan daya tahan.

Peningkatan kemampuan fisik dan daya tahan dapat diberikan denga cara pemberian model – model fasilitasi diantaranya :
1.Terapi latihan gerak (exercise therapy)
2.Stimulasi elektris, untuk memperbaiki gerak fungsional
3.Psichotherapy
4.Pendekatan medis secara spesifik dalam berbagai aspek
Secara general model fasilitasi dapat diberikan oleh fisioterapis okupasional terapis dan dokter.

What are some general guidelines for couples resuming sex ?
1.Choose a time when you’re rested, relaxed and free from the stress brought on by the day’s activities
2.wait one to three hours after eating a full meal so digestion can take place
3.select a familiar, Peaceful setting that’s free from interruptions
4.If prescribed by your doctor, take medicine prior to sexual relations

RESPON FISIOLOGIS ALAT SEKSUAL PRIA DAN WANITA

Marcus dan Jhonson membagi respon seksual yang normal menjadi 4 (empat) fase:
1.Massa rangsangan (excitement)
2.Massa dataran tinggi (plateu)
3.Massa orgasme (orgasm phase)
4.Massa peregaan (resolution phase)

Keempat rentetan reaksi diatas merupakan suatu siklus seksual yang lengkap. Massa rangsangan terjadi sebagai akibat dari rangsangan tubuh dan atau rangsangan psikis. Massa ini merupakan massa yang paling panjang. Apabila rangsangan ini dilanjutkan dan tegangan meningkat maka masa rangsangan ini beralih kemassa berikutnya, yakni masa dataran tinggi. Plateu phase ini dengan spontan beralih ke massa orgasme yang singkat (beberapa detik, yang pada pria disertai penyemprotan air mani. Massa berikutnya adalah massa peregaan, yakni massa kembali kedalam keadaan semula.
Kaplan (1974), dikutip oleh MacLean A B, membagi fisiologi respon seksual menjadi 2 (dua) tahap yakni : (1) Tahap Vasokongesti (pengumpulan darah) dan (2) Tahap myiotonia (peningkatan tonus otot)
Fase I atau massa perangsangan terjadi reaksi vasokongesti, dimana reflek dilatasi dari pelvis dan pembuluh – pembuluh darah sekitar vagina menyebabkan distensi vagina bagian bawah, ereksi bulbus dan korpus kavernosa klitoris. Transudasi sepanjang dinding vagina mengeluarkan cairan mirip plasma yang berfungsi sebagai lubrikasi. Perubahan vascular ini dikontrol oleh saraf parasimpatis. Pada pria vasodilatasi pembuluh darah ke panis lalu ereksi dan tonus meningkat.
Fase II atau massa orgasme ditandai dengan peningkatan tonus otot dan reflek klonik otot – otot dasar panggul, sfinter ani dan uterus dalam 5 sampai 10 kontraksi ritmis. Respon reflek ini distimulasi melalui klitoris dan kontraksi otot vagina dan otot dasar panggul merupakan efek motorisnya. Pada pria tonus dae rah penis meningkat menjadi lebih tegang dan Cloper’s glands mengeluarkan cairan (fluid).

Male orgasme

For the men, orgasme (which include ejaculation) occurs in two stages : (1) feeling of inevitability dan (2) the ejaculation of semen. The first stage begins with a rising feeling of anxiety that something is soon to be happening inside the pelvic area. The rapid buildup of feeling has an imperative quality to it. The second stage begins with feeling of contraction deep within the pelvic as prostate gland and the seminal vesicles contrac in ejaculation, sepurting the semen out of the uretra. When these feeling of contraction begin, there is no stoping ejaculation, and the men comes in spurts of warm, milky semen.


Respon seksual pada wanita

Daerah genital

Selama massa rangsangan pada wanita, terjadi pembengkakan kelenjar klitoris , vasokongesti dan pembesaran klitoris. Vagina mengalami lubrikasi dalam 10 sampai 30 detik setelah rangsangan dan memanjang serta bewarna biru tua. Uterus sedikit terangkat dan korpus menjadi lebih mudah terangsang. Labia mayora mendatar, terbuka dan terangkat keluar dari liang vagina . Lbia minora membengkak dan menonjol, memudahkan penetrasi oleh penis.
Pada massa dataran tinggi , klitoris mengkerut (retraksi ) di bawah simfisis. Vagina 1/3 distal sedikit melebar, membengkak dan edematous sehingga terbentuk suatu manset orgastik (orgasmic platform), sehingga penis seolah – olah dicengkram lebih erat. Korpus dan serviks uteri terangkat lebih keatas. Labia mayora membengkak, sedang labia minora berubah warna dari merah terang menjadi merah tua menjelang orgasme. Pada tahap ini kelenjar bartholini mengeluarkan satu atau beberapa tetes cairan mucus.
Pada massa orgasme, kontraksi dari manset orgastik pada vagina terjadi sebanyak 6 sampai 12 kali dalam kurun waktu 0,8 detik. Uterus juga berkontraksi sesuai dengan intensitas orgasme.
Selama massa resolusi, klitoris kembali ke posisi semula . 5 sampai 10 detik setelah orgasme, vagina berhenti berkontraksi dan dengan cepat mengendur dan kembali ke warna semula dalam 10 sampai 15 menit. Uterus juga kembali ke posisi semula, tetapi osteum uteri eksternum tetap membuka selama 20 sampai 30 menit. Labia mayora kembali ke besar yang normal dan labia minora berubah warna dari merah terang menjadi merah muda dalam 15 detik dan ukurannya juga mengecil separti semula.

Ekstragenital

Sejumlah reaksi ekstragenital terjadi selama fase – fase respon seksual pada wanita. Selama massa rangsangan, beberapa perubahan terjadi pada payudara. Papilla mamae terangkat dan membesar disertai pembengkakan disekitar aerola mamae. Bercak eritema terjadi pada fase akhir massa rangsangan, dimulai sekitar epigastrium dan meyebar ke payudara.Terjadi peningkatan tonus otot, baik otot lurik maupun otot polos.
Selama massa dataran tinggi, papilla mamae menjadi ereksi, payudara membesar dan areolanya semakin ereksi. Berkas eritema jelas nampak dan tonus otot meningkat ditandai dengan kontraksi spastis. Takikardia meningkat mencapai 175 kali permenit diikuti peningkatan tekanan sistoloik dan diastolic masing – masing sebesar 20 sampai 60 mmHg dan 10 sampai 20 mmHg.
Pada saat orgasme , bercak eritema sesuai dengan intensitas reaksi . Tonus otot maksimal dengan hilangnya fungsi control, ditandai dengan kontraksi involunter dari sfinter ani. Pernafasan meningkat menjadi 40 kali permenit dan takikardia antara 110 sampai 180 kali permenit. Tekanan darah meningkat antara 30 sampai 50 mmHg sistolik dan 20 sampai 40 mmHg diastolic.
Selam massa resolusi , terjadi pengenduran payudara dan areola mamae dengan cepat. Pengecilan volume payudara lebih lambat , kerja eritema menghilang dengan cepat. Miotonia jarang berlanjut lebih dari 5 (lima) menit setelah orgasme. Hiperventilasi dan takikardia kembali menjadi normal dengan cepat.

Female Organisme

Female experience orgasm with a feeling of suspension that is followed by a climax of intense sensation in the clitoris. The sensation then moves through the pelvic – some say a feeling of “ falling “, “ opening up “ , or “labor pains”. A warmth spreading from the pelvic through the rest of the body may follow

Massa klimakterium

Sejak lahir setiap wanita normal akan mengalami beberapa fase yang merupakan proses alam yang wajar. Kehidupan seorang wanita pada fase – fase terdahulu sangat berpengaruh bagi kehidupan pada fase selanjutnya. Klimakterium dimaksudkan sebagai massa yang bermula dari akhir tingkat reproduksi sampai awal tingkat senium. Massa ini adalah suatu periode penyesuaian diri dengan menurunnya produksi hormone – hormone yang dihasilkan ovarium. Massa klimakterium meliputi massa premenapouse, menapouse, pasca menapouse, ooforopause dan prasenium. Periode ini berlangsung beberapa tahun, kadang sampai lebih dari 10 tahun, antara usia 40 sampai 65 tahun.
- Premenopause merupakan massa 4 sampai 5 tahun sebelum menopause, bilamana telah ada keluhan klimakterium dan perdarahan yang tidak teratur
- Menopause berasal dari bahasa Yunani yang berarti berhenti haid. Menopause terjadi dalam massa klimakterium pada usia sekitar 50 tahun . Pada saat menopause inilah terjadi perdarahan uterus terakhir yang masih dikendalikan oleh ovarium.
- Pasca menopause merupakan massa 3 sampai 5 tahun setelah menopause
- Ooforopause adalah saat ovarium kehilangan sama sekali fungsi hormonalnya.

Proses utama yang mengakibatkan menopause adalah habisnya folikel pada ovarium. Meskipun pada tiap – tiap haid hanya 1(satu) folikel yang mengalami ovulasi tetapi nampaknya kerusakan folikel jauh lebih cepat. Tidak terbentuknya folikel dapat secara tiba – tiba atau secara lambat laun. Makin sedikit folikel yang berkembang makin berkurang pembentukan hormone esterogen, yang menyebabkan ovulasi dan siklus haid menjadi tidak teratur. Keutuhan jarinagan vagina dan vulva juga menurun , demikian pula jaringan alat tubuh lain yang berada di bawah pengaruh esterogen.
Selain gangguan dalam bentuk haid sampai terhentinya haid, wanita dalam massa klimakterium sering mengalami gejala – gejala berikut ini :
1.Hot flushes (semburan panas), yang merupakan sensasi seperti gelombang panas yang meliputi bagian atas dada, leher dan muka yang disusul dengan kringat yang banyak, pada malam hari keadaan ini sangat mengganggu wanita tersebut.
2.Gejala psikologi, berupa rasa takut , tegang , depresi, mudah sedih, lekas marah , gampang tersinggung, gugup dan kondisi jiwa yang tidak stabil.
3.Fatique, yaitu rasa lelah yang diakibatkan berhentinya fungsi ovarium.
4.Atropi, yaitu kemunduran keadaan gizi serta lapisan jaringan. Alat kelamin menjadi kisut, vagina bertambah kecil dan kering sehingga sering mengakibatkan dispareunia, gatal – gatal didaerah kemaluan ,keputihan dan rasa sakit saat berkemih. Keadaan ini memudahkan terjadinya infeksi . Secara umum kulitpun mengalami atropi, rambut menjadi kasar dan jarang , begitu pula rambut ketiak dan sekitar kemaluan, sampai akhirnya hilang sama sekali.
5.Insomnia
6.Pusing atau sakit kepala
7.Rasa sakit pada seluruh anggota tubuh
8.Menurunnya libido
9.Berdebar – debar (palpitasi)

GANGGUAN FUNGSI SEKSUAL PADA PRIA

Dari sekian banyak gangguan fungsi seksual pada pria, yang 0paling sering ditemukan adalah gangguan fungsi ereksi. Diperkirakan, 1 dari 2 pria berusia 40 – 70 tahun mengalami penurunan kualitas ereksi.
Suatu ereksi dikatakan normal jika pada saat bercumbu bias mendapatkan ereksi yang keras sampai kaku, lalu bias melakukan penetrasi dan bertahan sampai ejakulasi. Bila bisa mencapai ereksi tapi ketika akan dilakukan penetrasi kemudian penis menjadi lemas atau bila sama sekali tidak dapat mencapai ereksi, maka dipastika mengalami gangguan fungsi ereksi.

Apa yang terjadi saat ereksi?
Di sepanjang penis terdapat dua struktur yang menyerupai busa spons, yaitu korpus kavernosa. Penis juga memiliki pembuluh darah yang terdiri dari atreri dan vena untuk mengalirkan darah ke dan dari penis.
Jika sinyal dari otak telah sampai ke penis, maka akan dilepaskan zat kimia nitrogen oksida (NO). NO menyebabkan meningkatnya kadar cGMP (siklik guanosisn mono fosfat) yang akan membuka pembuluh darah dan melemaskan otot-otot di dalam korpus kavernosa sehingga darah akan lebih banyak masuk. Sementara itu, vena akan tertekan menahan darah di dalam penis. Adanya darah ekstra ini akan meningkatkan tekanan dan menyebabkan penis menjadi keras dan membesar.

Penyebab gangguan fungsi seksual

Faktor fisik
•Diabetes
•Operasi prostat
•Tekanan darah tinggi
•Penyakit jantung
•Kolesterol tinggi
•Gagal ginjal
•Stroke, cedera tulang belakang
•Sklerosis multiple

Faktor Psikis
•Depresi
•Stress
•Kecemasan
•Kurang rasa percaya diri
•Konflik
•Kehilangan orang yang dicintai
•Perubahan status social
•Kelelahan
•Pikiran negatif, diman ahubungan bisa mempengaruhi kemampuan pasangan suami istri untuk berfungsi secara utuh dan benar

Faktor lain
•Merokok
•Alkohol
•Diet yang buruk
•Efek samping obat – obatan (misalnya anti depresi, anti-hipertensi)

STIMULASI ELEKTRIS PADA DISFUNGSI EREKSI

SARAT ARUS LISTRIK SEBAGAI STIMULASI ELEKTRIS:
- Melalui reseptor kulit (transcutaneus) dengan reseptor spesifik
- Arus listrik dengan modifikasi (frekuensi pulsa, durasi pulsa, intensitas pulsa)
- Respon stimulasi elektris terhadap saraf somatis dan simpatis.
- Spesifikasi jaringan atau organ yang dituju untuk mendapatkan efek terapeutik yang diharapkan

Tujuan
1.Fasilitasi kontraksi otot
2.Memperbaiki vasomotor corpus karvernosum
3.Sensory erection habituation
4.Memacu mekanisme ereksi

Pelaksanaan :
1.Frekuensi rendah
2.Frekuensi menengah

APLIKASI ENS PADA DISFUNGSI EREKSI DENGAN ARUS DIADYNAMIS:

1. Lokal (regional)
Posisi pasien : Tidur tengkurap
ENS : DIADYNAMIS gelombang LP, MF+LP
Penempatan elektrode
Saraf somatis : Lumbosacaral
Katode : Lumbosacara
Anode : Regio inguinal
Dosis : I(Intensitas) X t (waktu)
I = mitis
t = 10-20 menit

2. Segmental somatis (Area dermatom)
Posisi pasien : Tidur tengkurap
ENS : DIADYNAMIS gelombang LP,MF+LP
Penempatan elektrose
Katose : Lumbosacral
Anode : Regio Adduktor hip proksimal
Dosis : I (intensitas) X t (waktu)
I = mitis
t = 10-20 menit

3. aplikasi segmental simpatis
Posisi pasien : tidur tengkurap
ENS : DIADYNAMIS gelombang CP, Cpid
Penempatan elektrode
Katode : Th 11 – Th 12
Anode : Lumbosacral
Dosis : I (intensitas) X t (waktu)
I = fortis
T = 10 – 20 menit
catatan:
t1 = 10 menit pertama, t2 = 10 menit kedua dengan pergantian polaritas anode ke katode dan sebaliknya


Pemberian stimulasi elektris pada gangguan seksualitas dapat diberikan dengan arus listrik frekuensi rendah maupun arus listrik frekuensi menengah yang tergabung dalam modalitas sebagai TENS. Stimulasi elektris bukan merupakan suatu terapi tunggal tetapi dapat dimodifikasi dengan terapi elektris yang tergabung dalam modalitas sumber fisis dan modalitas terapi latihan (exercise therapy) yang spesifik. Kompleksitas masalah gangguan fungsi ereksi juga diperlukan kerjasama multi diplioner yang terkait dalam penanganan gangguan seksualitas.

GANGGUAN FUNGSI SEKSUAL PADA WANITA

Gangguan fungsi seksual pada wanita sering terjadi akibat menurunnya fungsi organ reproduksi yang berhubungan dengan wanita usia lanjut (Wulan).

Sex pada wulan

Beberapa wanita meningkat libido dan aktivitas sex nya selama ovulasi dan menurun menjelang menstruasi, hal ini disebabkan pengaruh hormone estrogen, namun tidak benar bahwa wulan dengan kadar estrogen yang rendah tidak dapat mengalami respon seks yang normal, bahkan beberapa mengatakan libido meningkat setelah menopause oleh karena hilangnya kekhawatiran terhadap kehamilan. Namun penelitian Halllstrom (1977) menunjukkanterjadinya penurunan rangsangan seks, frekwensi koitus, dan kapasitas orgasmen setelah menopause. Tampaknya penipisan mukosa vagina, kekeringan, danm mengurangi elastisitas karena penurunan kadar estrogen berperan terhadap penurunan fungsi seksual ini.
Kinsey. Dkk (1953) menyatakan bahwa penurunan aktivitas sex pada wanita sejalan dengan bertyambahnya umur dan pada WULAN, orgasme lebih mudah dicapai dengan masturbasi dibandingkan dengan coitus biasa. 75% dari pasangan berumur 50 tahun masih melakukan seks secara aktif dan lebih Dari 50% pasangan berumur lebih dari 75 tahun tetap melakukan koitus.
Pada WULAN perubahan pada vasokongesti, pembengkakakn pudendus dan lubrikasi vagina menurun dan terhambat, sedangkan masa peredaan (resolusi) lebih cepat terjadi ( kellet, 1988) trauma suwaktu koitus pada dinding vagina dan uretra mengakibatkan dispareunia dan disuria.
Perubahan anatomi dan fisiologi seksualitas pada wulan sering mengakibatkan kelemahan otot – otot dasar panggul. Kelemahan otot dasar panggul juga dapat diakibatkan oleh adanya kondisi patologi tertentu misalnya : cystocele, atau uretrocele dan rectocele serta prolaps uteri.

Otot dasar panggul
Otot lapisan dalam tersebut muscle of the perineum sangat berperan dalam mempertahankan fungsi vagina sewaktu berkontraksi saat aktivitas seksual. Otot ini terdiri dari :
1.Otot ischio cavernous
2.Bulbocavernous
3.Deep perineal muscle (urogenital diaphragm)
4.Sphincter ani eksternal.

Otot lapisan luar disebut levator ari
Otot yang terdiri dari pubococcigeus, iliococcygeus  otot dasar panggul dapat menjadi lemah/ weaknes :
pelvic floor muscle weakness, Oleh karena kelainan anatomi: Cystocele/Uretrocele, Rectocele & prolaps uteri

Tanda-tanda pelvic floor muscle weaknes
1.Inkontinensia psikis
2.Kelainan anatomi (missal: Cystole)
3.Vagina Laxity
4.Prolaps uteri

Aktivitas seksual terganggu:
1.Nyeri
2.Tidak nyaman
3.Keluhan pada bladder dan bowel


PENATALAKSANAAN STIMULASI ELEKTRIS PADA GANGGUAN SEKSUALITAS PADA WANITA

pemasangan elektrode intra vaginal untuk pemeriksaan dan untuk aplikasi stimulasi elektris dengan metode lokal intra vaginal, aplikasi stimulasi elektris regional, aplikasi stimulasi elektris segmental simpatis dipisah

Untuk Memperkuat Otot-Otot Dasar Panggul Dapat Diberikan Latihan Penguatan Setelah Diberikan Stimulasi Elektris Dengan Metode Kegel Exercise

Prinsip dasar kegal exercise (latihan metode kegal)

Prinsip dasar latihan kegal:
Posisi dasar tidur/ berbaring terlentang ( seperti gambar)
Lakukan 5 tahapan:
1.Kontraksikan otot gluteus (pantat), tahan sampai 5 hitungan, kerjakan secara kuat kemudian pelan dan diselingi istirahat sebentar.
2.Ketika mengerjakan (1) kontraksikan otot paha (adductor longus) dan ulur pinggang seolah-olah datar, tahan sampai 7 hitungan.
3.Selama mengerjakan (2) kontraksikan anus seolah-olah menahan buang air besar secara kuat.
4.Pasakan kontraksi otot (1) (2) (3) seolah-olah secara kontinyu vagina ikut berkontraksi dan ureter seakan menahan urine yang mau keluar.
5.Sambil mengerjakan (1) (2) (3) (4) tekan punggung ke bawah hingga otot perut bagian bawah berkontraksi secara static, tahan selama 8 hitungan.
Latihan ini dapat dikerjakan pada posisi duduk, berdiri bahkan pada saat aktivitas, dilakukan selama 3X sehari.

Yang perlu diingat:
1.Latihan dikerjakan dengan durasi minimal 5 menit, dengan frekwensi 3 kali setiap hari.
2.Tahan dengan kontraksi static otot dasar panggul sewaktu melakukan aktivitas berat seperti mengangkat beban atau meloncat.
3.Kerjakan dengan ritmis dan tekun serta tidak membebani psikis.
4.Tanyakan pada fisioterapis atau dokter apabila ada hal-hal yang meragukan selama melakukan latihan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar